Senin, 14 Desember 2009

Eliminasi

ELIMINASI

By Eny Retna Ambarwati

Eliminasi merupakan proses pembuangan. Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan kebutuhan eliminasi uri (berkemih) dan eliminasi alvi (defekasi)

A. ELIMINASI URI (BERKEMIH)

1. Sistem urinaria

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang terdiri atas dua bagian yaitu kanan dan kiri tulang belakang. Fungsi ginjal yaitu sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine.

b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)

Merupakan sebuah kantong yang terdiri dari otot halus yang berfungsi sebagai penampung urine.

c. Uretra

Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Pada pria dan wanita fungsinya berbeda yaitu pada pria sebagai tempat pengaliran urine dan sekaligus sebagai sistem reproduksi tetapi pada wanita hanya menyalurkan urine kebagian luar tubuh.

2. Fakor – faktor yang mempengaruhi eliminasi urin

a. Pertumbuhan dan perkembangan

Misal pada anak-anak masih kesulitan untuk mengontrol buang air kecil tetapi setelah bertambahnya usia (dewasa) kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat.

b. Social cultural

Adanya masyarakat tertentu yang melarang buang air kecil di tempat tertentu.

c. Psikologis

Meningkatnya sensitivitas untuk berkemih dan jumlah urine yang diproduksi disebabkan stress (psikologis).

d. Kebiasaan sesorang (gaya hidup)

Misalnya seserang yang sudah terbiasa berkemih ditoilet akan mengalami kesulitan jika berkemih dengan urineal atau pot urine.

e. Tonus otot dan tingkat aktivitas

Tonus otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis jika mengalami gangguan akan mempengaruhi pengeluaran urine. Tingkat aktivitas dapat memperbaiki tonus otot.

f. Intake cairan dan makanan

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi jumlah urine. Misalnya protein, natrium, kopi.

g. Kondisi penyakit

Misalnya pada pasien diabetes melitus.

h. Pembedahan

Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus mempengaruhi produksi urine (turun) karena pemberian obat anestesi.

i. Pengobatan

Pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sebaliknya pemberian anti hipertensi menyebabkan retensi urine.

j. Pemeriksaan diagnostic

Misal pemeriksaan IVP (intra venus pyelogram) yang dapat membatasi asupan sehingga mengurangi jumlah urine.

3. Masalah Eliminasi Urine

a. Retensi urine

Penumpukan urine di didalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih, sehingga menyebabkan distensi vesika urinaria.

b. Inkontinensia urine

Ketidakmampuan otot spingter ekternal mengontrol ekskresi urine disebabkan oleh proses penuaan (aging proses), pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, penggunaan obat narkotik dan sedatif.

c. Enuresis

Tidak sanggup menahan kemih (ngompol) biasanya terjadi pada anak maupun jompo.

B. ELIMINASI ALVI (BUANG AIR BESAR)

1. Fisiologi Defekasi.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

2. Defekasi dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu

a. Refleks defekasi instrinsik.

Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

b. Refleks defekasi parasimpatis.

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.

Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.

Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

Susunan feses terdiri dari bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan epitelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus), garam terutama kalsium fosfat, sedikit zat besi dari selulosa, sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal.

Usia dan perkembangan, diet, pemasukan cairan, aktifitas fisik,, faktor psikologik, kebiasaan, posisi, nyeri, kehamilan, operasi & anestesi, obat-obatan, test diagnostik, kondisi patologis, iritans.

4. Masalah eliminasi fecal.

a. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

b. Impaction.

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.

c. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

d. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.

e. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.

f. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal).
Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar