Senin, 17 Mei 2010

Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir atau vagina sebelum proses persalinan.
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakn pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Abdul Bari Saifuddin,2002 ).
Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran chorio-amniotik sebelum persalinan yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm atau disebut juga Premature Rupture Of Membrane/Prelabour Rupture Of Membrane ( PROM).
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane/Preterm Prelabour Rupture Of Membrane (PPROM). Ketuban pecah lebih dari 24 jamsebelum pelahiara disebut ketuban pecah memanjang.

B. Etiologi
1. Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
2. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi : Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
f. Faktor lain :
1) Faktor golongan darah : akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan.
2) kulit ketuban.
3) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
4) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
C. Prisip Dasar Ketuban Pecah Dini
1. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalianan berlangsung.
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan mordibitas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua fakto tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.
D. Diagnosa
Tabel 1.1: Diagnosa cairan vagina
No. Gejala dan tanda
yang selalu ada Gejala dan tanda
kadang-kadang ada Diagnosis kemungkinan
1. Keluar cairan ketuban - Ketuban pecah tiba-tiba
- Cairan tampak di introitus
- Tidak ada his dalam 1 jam Ketuban pecah dini
2. Cairan vagina berbau
Demam/menggigil
Nyeri perut
- Riwayat keluarnya cairan
- Uterus nyeri
- Denyut jantung janin cepat
- Perdarahan pervaginam sedikit
Amnionitis
3. Cairan vagina berbau
Tidak ada riwayatketuban pecah - Gatal
- Keputihan
- Nyeri perut
- Disuria Vaginitis / servitis
4. Cairan vagina berdarah - Nyeri Perut
- Gerakan Janin Berkurang Perdarahan banyak Perdarahan antepartum
5. Cairan berupa lendir darah - Pembukaan dan pendataran serviks
- Ada his Awal persalian

E. Penilaian Klinik
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat, tentukan pecahnya selaput ketuban, ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1. Riwayat
a. Jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang besar diikuti cairan yang terus-menerus. Namun, pada beberapa kondisi pecah ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatiakan wanita adalah keluarnya sedikit cairan yang keluarnya terus-menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalamnya.
b. Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan kegel: membedakan PROM dari inkontinensia urine.
c. Waktu terjadi ketuban pecah.
d. Warna cairan: cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan akan bewarna kuning atau hijau.
e. Bau cairan: cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakannya dengan urine.
f. Hubungan seksual terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat disalahartiakan sebagai cairan amnion.
2. Pemeriksaan fisik.
Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion. Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat kemumgkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban. Ketuban yang pecah tidak menyebabkan perubahan yang seperti ini dalam temuan abdomen.
Melakukan inspeksi atau pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

F. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.

G. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent (L.P) /“lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
H. penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.


Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

Abortus Provokatus

Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus yang disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin belum viable, belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal trimester ketiga.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
• Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
• Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
• Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis
• Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Manifetasi Klinis
• Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
• Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
• Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
• Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
• Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
• Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus
• Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
• Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

Komplikasi
• Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
• Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
JENIS –JENIS ABORTUS
Diagnosis
Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
1. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
2. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan dilatasi serviks.
3. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus. Bila abortus inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus infeksiosa
4. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus
5. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis), atau artifisial / terapeutik (suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga disebabkan oleh :
- kelainan kromosom (sebagian besar kasus)
- infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb)
- gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus)
- oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin)
ABORTUS KOMPLIT
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Penatalaksanaan :
• Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari
• Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah
• Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
• Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.

Placenta Previa

A. Pengertian
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas peritnatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (sarwono prawirodiharjo).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada Segmen Bawah Rahim (SBR), sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Rustam : 327). Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.

B. Klasifikasi
Plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
Jenis plasenta previa:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologis, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan.

C. Etiologi
Plasenta previa pada primigravida yang berumur > 35 Tahun , 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur < 25 Tahun.
Plasenta previa dapat terjadi pada
1. Keadaan endometrium yang belum matang dan plasenta lebih besar dan tipis
2. Diperkirakan terdapat definisi endometrium dan desi dua pada segmen atau uterus, sehingga plasenta akan meluas dan mendapatkan suplai darah. Hal ini didapatkan pada multipara dengan jarak kehamilan yang pendek dan endometrium hipoplastis yaitu menikah dan hamil pada usia yang masih sangat muda.
3. Endometrium memiliki cacat karena bekas persalinan yang berulang-ulang, kurretage manula plasenta dan bekas operasi.
4. Pada korpus luteum yang bereaksi lambat disebabkan karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5. Adanya tumor seperti myoma uteri dan polip endometrium.
6. Dan terkadang plasenta previa ini terjadi karena keadaan malnutrisi.
Gambaran klinik
1. Perdarahan tanpa rasa nyeri
2. Darah berwarna merah segar
3. Bagian terbawah janin belum masuk PAP (pintu atas panggul)
4. Kelainan letak plasenta
Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan tanpa rasa nyeri, biasanya timbul pada bulan ketujuh dan kepala janin tinggi dimana kepala tidak dapat mendekati pintu letak lintang, perdarahan timbul tanpa sebab apapun dan berulang secara tiba-tiba dan lebih banyak mangeluarkan darah dari sebelumnya. Maka sesegera mungkin pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan.

D. Penentuan letak plasenta previa
1. Penentuan letak plasenta secara langsung .
Perabaan fornises / melalui kanalis servikalis, berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
2. Penentuan letak plasenta tidak langsung.
USG adalah cara yang sangat tepat, karena tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya & tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Diagnosis
Setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa, solusio plasenta dll.
4. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 Minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyak perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
5. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, apabila presentasi kepala biasanya kepala masih terapung diatas PAP & sukar didorong ke dalam PAP.
6. Pemeriksaan inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks & vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsio uteri, polipus serviks uteri, varises vulva & trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum harus dicurigai plasenta previa.

E. Penanganan
Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah & operasi.
1. Penanganan pasif
a. Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
b. Janin masih premature dan masih hidup
c. Umur kehamilan kurang dari 37 Minggu
d. Tafsiran berat janin belum sampai 2500 gram
e. Tanda persalinan belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik.
f. Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam (VT)
g. Tangani anemia
h. Untuk menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin & hematokrit secara berkala, dari pada memperkirakan banyaknya darah yang hilang pervaginam.
Tujuan penanganan pasif : Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.
2. Penanganan aktif
a. Perdarahan di nilai membahayakan
b. Terjadi pada kehamilan lebih dari 37 Minggu
c. Tafsiran berat janin lebih dari 2500 gram tanda persalinan sudah mulai
d. Pemeriksaan dalam boleh dilakukan di meja operasi.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan :
1. Persalinan pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti.
Dilakukan dengan cara :
a. Pemecahan selaput ketuban karena
1) Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
2) Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari
2. Pemasangan Cunam Willett dan versi Braxton Hiks
Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

Prognosis
Pada plasenta previa dengan penanggulangan yang baik maka kematian ibu rendah sekali,tapi jika keadaan janin buruk menyebabkan kematian perinatal prematuritas.

Distosia Kelainan Tenaga (His)

A. Pengertian
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan. Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :
1. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada srvikogram menurut friedman.
2. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu menjalar keseluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya.
B. Etiologi
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uterisering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu sebab yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat penenang. Kelainan pada uterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his.
C. Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama dilakukan evaluasi secara keseluruhan untuk mencari sebab-sebabnya. Tekanan darah diukur tiap emat jam. Pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabia ada gejala pre-eklmpsia, denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan juga dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindkan pembedahan dengan narcosis, hendaknya jangan diberikan maknan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara intravena berganti-ganti. Bila his mengebabkan rasa sakit yang berlebihan diberikan injeksi pethidin 50 mg, pada pemulaan kala I dapat diberikan 10 mg morvin. Berikan antibiotic secukupnya,apalagi kalau ketuban sudah lama pecah.
D. Jenis-Jenis Kelainan His
1. Inersia uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan:
a. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang (false labour).
b. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan dalam waktu yang lama.
Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibatnya. Terhadap ibu dan janin.
Penanganan
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
1. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
4. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.
2. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat mengakibatkan persalinan diatas kendaran, dikamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada servik, vagina pada perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intracranial.
Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.
Penanganan
a. Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu dekat 4-6 jam
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat.
3. Aksi Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.
Penanganan
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan valium.
b. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.

Solusio Placenta

Solusio plasenta ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam disidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika amniok horion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi
1. Keadaan umum penderita relatif lebih baik 1. Keadaan penderita lebih jelak
2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit 2. Plasenta terlepas luas, uterus keras/kejang
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi 3. Sering berkaitan dengan hipertensi
4. Merupakan 80% dari solusio placenta 4. Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta
5. Sering disertai toxaemia
6. Pelepasan biasanya komplit

(Manuaba, 1999)

B. Etiologi
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1. Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2. Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3. Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli) obstruksi vena kavo inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1. Umur lanjut
2. Multiparitas
3. Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam acidua basalis, terjadilah hematoma dalam acidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim.
(Mansjoer, 2001)

C. Gejala-gejala
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2. Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
8. Sering ada proteinuria karena disertai toxemia
Diagnosis didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair
Perdarahan dan shock diobati dengan pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting (Winkjosastro, 2005).

D. Terapi
Atasi syok
1. Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 3 l dalam 2 jam pertama
2. Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat koagulatif
Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan eksresi sistem urinaria, tetepai bila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produkdi urin < 30 ml/jam) pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan dilakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan : a. Furosemida 40 mg dalam 1 liter krostoloid dengan 40-60 tetes/menit b. Bila belum berhasil gunakan manital 500 ml dan 40 tetes/menit Atasi hipofibrigonemia 1. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya koagulopati 2. Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang fibrinogen)). Carananya sebagai berikut : a. Ambil darah vena 2 ml masukkan dalam tabung kemudian diobservasi b. Gangguan bagian tabung yang berisi darah c. Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapiran koagulasi dipermukaan, lakukan hal yang sama tiap menit d. Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkiran titer fibrinogen dianggap di bawah nilai normal (kritis) e. Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukan kadar fibrinogen di bawah ambang normal. 3. Bila darah segera tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 ml/kg BB) 4. Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipatat fibrinogen 5. Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi desminato intravaskuler yang berlanjut yang berlanjut dengan pengedapan fibrin, pengendapan fibrin, pembendugan mikrosirkulasi di dalam, di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis hipofisis dan otak. 6. Bila perdarahan masih berlangsung (koagulatif) dan trombosit di bawah 20.000 berikan konsetra trombosit. Hypofibrinogenemia : coagulopathi ialah kelainan pembekuan darah : dalam ilmu kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tapi juga dijumpai pada emboli air ketuban, kematian janin dalam rahim dan perdarahan postpartum. Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc. bila kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc terjadilah gangguan pembekuan darah. Terjadinya hipofibrinogenemia : Fase I : pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, vena terjadi pembekuan darah disebut disseminated intravaskuler clotting, akibatnya ialah bahwa peredaran darah kapiler (microcirculasi) terganggu. Jadi pada fase I turunya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut. Maka fase I disebut juga coagulopatihi consumtif. Diduga bahwa hematom retroplacentair mengeluarkan thtomboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrocirculasi terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoxia, kerusakan ginjal menyebabkan oliguri/anuri, akibat gangguan mocrocirculsi ialah shock Fase II : fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali perdarahan. Darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolyse. Fibrinolyse yang berlebihan lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis Penentuan hypofibrinogenaemi Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama maka untuk keadaan akut baik dilakukan clot obsevation test. Beberapa CC darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam maka ada aktivitas fibrinolyse (Winkjosastro, 2005). E. Patofisiologi Terjadinya solusio placenta dipicu oleh perdarahan ke dalam disidua basalis, yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada meometrium sehingga terbentuk hematoma disidual yang menyebabkan perlepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran placenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Ruptur pembuluh arteri spiralis disidua menyebabkan hematoma retroplacenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan placenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban (Mansjoer, 2001). F. Pengobatan 1. Umum a. Pemberian darah yang cukup b. Pemberian O2 c. Pemberian antibiotica d. Pada shock yang berat diberi kortikasteroid dalam dosis tinggi 2. Khusus a. Teraphy hypoibrinogenemi 1) Subtitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar 2) Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 s IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus b. Untuk merangsang diurese : mannit/mannitol Deurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam 3. Obstetris Pimpinan persalinan pada solusio placenta bertujuan untuk mempercepat persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3-6 jam. Alasannya adalah : a. Bagian placenta yang terlepas meluas b. Perdarahan bertambah c. Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah Tujuan ini dicapai dengan : a. Pemecahan ketuban : pada solusio placenta tidak bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan b. Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glucase 5% c. SC dilakukan : 1) Kalau cerviks panjang dan tertutup 2) Kalalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum pecah juga ada his 3) Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. (Manuaba, 1999) G. Seksio Sesaria 1. Seksio sesaria dilakukan apabila : a. Janin hidup dam pembekuan belum lengkap b. Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera c. Janin mati pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat 2. Persiapan untuk sesaria cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan. 3. Hematoma meometrium tidak mengganggu kontraksi uterus 4. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulang (koagulopatti) (Manuaba, 1999) H. Partus Pervaginam 1. Partus pervaginam dilakukan apabila : a. Janin hidup, gawat janin, pembekuan lengkap, dan bagian terendah didasari panggul b. Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
2. Pada kasus pertama, amniotomii (bila ketuban belum pecah), kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forceps (vakum)
3. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dla dekstore 5% atau RL, tetesan diatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan batu terjadi dalam 2-4 hari kemudian)
(Manuaba, 1999)

I. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ke III perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok, dan kematian janin intrauterin.
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
3. Pemeriksaan obstetri
Nyeri tekanan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada air ketuban berwarna kemerahan karena bercampur darah.
(Mansjoer, 2001)

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Trombosit
d. Waktu protrombin
e. Waktu pembekuan
f. Waktu tromboplastin
g. Kadar fibrinogen
h. Elektrolot plasma
2. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3. USG untuk menilai letak plasma, usia gestasi, dan keadaan janin.
(Mansjoer, 2001)

Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah: abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi sekurang-kurangnya terjadi tiga kali berturut- turut. Bila abortus sepontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadianya jauh lebih sedikit dari pada abortus sepontan ( kurang dari 1%), lebih sering terjadi pada primi tua.
Etiologi
1. Kelainan pada zygote
• Kelainan genetic pd suami atau istri dapat menjadipenyebabnya
• Ovum atau sperma yang tidak normal
2. Malfungsi endometrium
a. Kelainan hormonal
• Kelainan fungsi glandula tiroid
• Gangguan fase luteal, mengakibatkan:
(a) Transport ovum terlalu cepat
(b) Motilitas uterus berlebihan
(c) Kesukaran dalam nidasi
b. Gangguan nutrisi
• Anemia yang berat
• Penyakit menahun
c. Penyakit infeksi Kronis
• Lues
• Mikoplasma Hominis
d. Kelainan imunologik
• Inkomtabilitas A,B,O
• Inkomtabilitas Rh
e. Faktor psikologis
• Wanita yang belum matang secara emosional
• Wanita yang menganggap kehamilan sebagai beban berat
3. Kelainan anatomic pada uterus
• Hipoplasia uteri
• Uterus subseptus
• Uterus bikornis
• Laserasi serviks uteri yang luas
• Tumor uterus khususnya mioma
• Serviks uteri yang inkompeten
Penanganan
1. Pemeriksaan lengkap untuk mencari penyebab
a) Pemeriksaan umum (termasuk gizi dan bentuk badan)
b) Pemeriksaan suami istri
• Pemeriksaan darah dan urin rutin
• Pemeriksaan golongan darah
• Factor Rh
• Test sifilis
• Istri dibuat kurve harian glukosa darah dan diperiksa fungsi tiroid
• Suami diperiksa sperma
c) Selidiki adanya kelainan anatomic baik bawaan atau setelah melahirkan
d) Pemeriksaan ginekologik
• Laserasi serviks uteri
• Mioma uteri
e) Histerografi
• Mioma uteri submukosum
• Uterus septus
• Serviks uteri inkompeten
f) Kadang-kadang perlu laparoskopi
2. Terapi sesuai penyebab
a) Kelainan bawaan: uterus bikornis atau uterus septus -> Operasi plastic pd uterus spt operasi menurut Strassman
b) Laserasi luas serviks uteri -> Trakhelorafia
c) Serviks inkompeten (tidak sedang hamil) -> Operasi menurut Shirodkar
d) Serviks inkompeten (sedang hamil) -> Operasi menurut Mac Donald
3. Saran untuk banyak istirahat dan dicegah usaha2 yang melelahkan
4. Hamil muda sebaiknya jangan bersenggama
5. Makanan harus adekuat mineral, protein, hidrat arang dan vitamin
6. Obat-obatan harus dibatasi terutama saat organogenesis
7. Obat-obatan tertentu dilarang
8. Atasi factor emosional
9. Terapi hormonal umumnya tidak perlu kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid atau gangguan fase luteal

Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
• Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
• Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
• Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis
• Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Manifetasi Klinis
• Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
• Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
• Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
• Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
• Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
• Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus
• Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
• Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Komplikasi
• Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
• Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
Jenis Abortus
1. Abortus imminens
Abortus imminens ialah peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens ialah peristiwa peradrahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
3. Abortus inkompletus
Abortus inkomplitus ialah pengeluaran sebagan hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Perdarahan pada abortus inkomplitus dapat banyak sekali , sehingga menyebabkan syokj dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
5. Abortus servikalis
Abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi membesar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis.
6. Missed abortion
Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
7. Abortus habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologinya pada dasarnya sama dengan etiologi abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Sistem TLX ini merupakan cara untuk melindungi kehamilan.
8. Abortus infeksiosus, abortus septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke daam peredaran darah atau peritoneum
Diagnosis
1. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
2. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan pervaginam abnormal harus selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
3. Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera
4. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium
5. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan sebelum pemeriksaan vaginal touche)
6. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium dengan mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya.

Abortus Iminent

Pengertian
Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000)
Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999)
Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William Obstetri, 1990)

B. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol
2. kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
4. kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

C. Gambaran Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
5. pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

D. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Komplikasi :
1. Perdarahan, perforasi syok dan infeksi

Letak Lintang

LETAK LINTANG

A. Pengertian Letak Lintang
Letak Lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), atau di bawah (dorsoinferior).(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu menyilang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini tajam disebut oblique lie, yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepla mengolak) dan deviated breech presentation (letak bokong mengolak). Karena biasanya yang paling rendah adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder presentation.(Rustam mochtar.1998)
- Menurut letak kepala terbagi atas:
a). Letak lintang I : kepala di kiri
b). Letak lintang II : kepala di kanan
- Menurut posisi punggung terbagi atas:
a). Dorso anterior (di depan)
b). Dorso posterior (di belakang)
c). Dorso superior (di atas)
d). Dorso inferior (di bawah)

B. Etiologi
Sebab terpenting terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya panggul sempit, tumor di daerah panggul dan plasenta previa dan pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Demikian pula kelainan bentuk rahim, seperti misalnya uterus arkuatus atau uterus subseptus, juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang.(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus, anaensefalus, plasenta previa, dan tumor-tumor pelvis
- Janin sudah bergerak pada hidramnio, multiparitas, anak kecil, atau sudah mati.
- Gemeli (kehamilan ganda)
- Kelainan uterus seperti arkuatus, bikornus, atau septum
- Lumbar skoliosis
- Monster
- Pelvic kidney dan kandung kemih serta rektum yang penuh.(Rustam mochtar.1998)

C. Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Pada palpasi fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila sudah turun ke dalam panggul. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus. Apabila bahu sudah masuk ke dalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan letak dimana kepala janin berada. Kalau ketiak menutup ke kiri, kepala di sebelah kiri, sebaliknya kalau ketiak menutup ke kanan, kepala berada disebelah kanan. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat yang menumbung.(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Diagnosis letak lintang janin diantaranya:
1. Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2. Palpasi
- Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
- Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk dalam p.a.p.
- Kepala (ballotement) teraba di kanan atau kiri
3. Auskultasi
DJJ setinggi pusat kanan atau kiri.
4. Pemeriksaan dalam (VT)
- Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan cara dengan bersalaman.
- Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup di kiri.
- Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula letak dada dengan klavikula.
- Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
5. Foto Rontgen
Tampak janin dengan letak lintang.(Rustam mochtar.1998)

D. Mekanisme Persalinan
Pada letak dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan segmen uterus berkontraksi dan beretraksi dan sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipi, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makaian tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep, sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali meninggal pula. Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalian dapat berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui janin lahir (konduplikasio korpore) atau lahir dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas. Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala. Pada cara Douglas bahu bmasuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahi, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin. .(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil (prematur), sudah mati dan menjadi lembek, atau bila panggul luas. Beberapa cara janin lahir spontan:
1. Evolutio Spontanea
a). Menurut Denman
Setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan akhirnya kepala.
b). Menurut Douglas
Bahu diikuti oleh dada, perut, bokong, dan akhirnya dada.
2. Conduplicatio corpore
Kepala perut berlipat bersama-sama lahir memasuki panggul. Kadang-kadang oleh karena his, letak lintang berubah spontan mengambil bangun semula dari uterus menjadi leta membujur, kepala atau bokong, namun hal ini jarang sekali terjadi. Kalau letak lintang dibiarkan, maka bahu akan masuk ke dalam rongga panggul, turun makin lama makin dalam sampai rongga panggul terisi seluruhnya oleh badan janin. Bagian korpus uteri mengecil sedang SBR meregang. Hali ini disebut letak lintang kasep (Neglected Tranverse Lie).
Adanya letak lintang kasep dapat diketahui bila ada ruptura uteri mengancam; bila tangan dimasukkan ke dalam kavum uteri terjepit antara janin dan panggul serta dengan narkosa yang dalam tetap sulit merubah letak janin. Bila tidak cepat diberikan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri dan janin sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam rongga perut. Pada letak lintang biasanya:
• Ketuban cepat pecah
• Pembukaan lambat jalannya
• Partus jadi lebih lama
• Tangan menumbung (20-50%)
• Tali pusat menumbung (10%).(Rustam mochtar.1998)

E. Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelaina-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul sempit , tumor panggul dan plasenta previa masih dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga sering akibat tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan tindakan yang sering dilakukan, karena besarnya trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti misalnya terjadi rupture uteri dan robekan jalan lahir lainnya. .(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Prognosis letak lintang diantaranya:
1. Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi . Partus lama, ketuban pecah dini dengan demikian mudah dapat infeksi intrapartum.
2. Bagi janin
Angka kematian tinggi (25-40%), yang dapat disebabkan oleh:
- Prolapsus funiculi
- Trauma partus
- Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
- Ketuban pecah dini.(Rustam mochtar.1998)

F. Penanganan
Bila sudah ketahuan sungsang atau melintang, ibu hamil dapat melakukan beberapa usaha untuk membuat letak janinnya normal meskipun kemungkinan berahasilnya kurang dari 60 %. Cara tersebut antara lain :
- Ibu hamil agar rajin menungging
- bisa dengan mengepel lantai
- dianjurkan untuk melakukan posisi bersujud (knee chest position), dengan posisi perut seakan-akan menggantung ke bawah. Cara ini harus rutin dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali, misalnya pagi dan sore. Masing-masing selama 10 menit. Bila posisi ini dilakukan dengan baik dan teratur, kemungkinan besar bayi yang sungsang dapat kembali ke posisi normal. Kemungkinan janin akan kembali ke posisi normal, berkisar sekitar 92 persen. Dan posisi bersujud ini tidak berbahaya karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal.
- Begitu juga saran agar si ibu memakai korset atau semacam celana bersepeda nan ketat guna mempertahankan letak janin yang sudah kembali normal.
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga bila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan persalianan masih dapat diusahakan mengubah letak janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari empat sentimeter (< 4 cm) dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio seksaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
2. karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
3. pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio seksarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaaan berlangsung dengan lancar atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi.(Hanifa Wiknjosastro,dkk.1992)
Penanganan letak lintang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a). Sewaktu hamil
Usahakan jadi letak membujur (kepala atau bokong) dengan melakukan versi luar pada primi dengan usia kehamilan 34 minggu, atau multi pada kehamilan 36 minggu.
b). Sewaktu partus
Janin dapat dilahirkan dengan cara pervaginam, yaitu dengan versi dan ekstraksi, atau embriotomi (dekapitasi eviserasi) bila janin sudah meninggal; atau perabdominam; seksio sesarea.
c). Tingkat pertolongan
1) Bila ketuban belum pecah
- Pembukaan 5 cm : versi luar
- Pembukaan 5 cm :tunggu sampai hampir lengkap ketuban dipecahkan.
2) Bila ketuban pecah
- Bila ketuban sudah pecah dan pembukaan lengkap : versi dan ekstraksi
- Lama pecah : seksio sesarea
- Letak lintang kasep dan anak hidup : seksio sesarea
- Letak lintang kasep dan anak mati: laparotomi, atau kalau fasilitas kurang, embriotomi secara hati-hati
Menurut Eastmant dan Greenhill, penanganan letak lintang ada dua cara:
1. bila ada panggul sempit seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang , dengan anak hidup.
2. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea walaupun tidak ada panggul sempit.(Rustam mochtar.1998)

DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Wiknjosastro, Hanifa.,et al. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hipertensi Gestasional

Diagnosis hipertensi gestasional adalah ditegakkan bila hipertensi tanpa proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu atau dalam waktu 48 – 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
Hipertensi merupakan problema yang paling sering terjadi pada kehamilan. Bahkan,kelainan hipertensi pada kehamilan beresiko terhadap kematian janin dan ibu. Karena itu,deteksi dini terhadap hipertensi pada ibu hamil diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan menganggu kehidupan serta kesehatan janin di dalam rahim.
Sehubungan dengan timbulnya hipertensi yang unik dan sulit diterangkan sebab-sebabnya dalam kehamilan,maka toxemia gravidarum disebut prequency induced hypertension (PIH). Namun demikian istilah PIH masih mengandung aspek kenaikan tekanan darah, sehingga terminologi diubah menjadi hipertensi gestasional (gestasional hipertension).
Definisi hipertensi dalam kehamilan menurut WHO :
1. Tekanan sistol 140 mmHg atau tekanan diastol 90 mmHg.
2. Kenaikan tekanan sistolik 15 mmHg dibandingkan tekanan darah sebelum hamil atau pada trimester pertama kehamilan.
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (2003)
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Normal < 120 < 80 Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89 Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99 Hipertensi stadium II >= 160 >= 100
Penyebab Hipertensi Gestional
Meskipun sebab utama dari hipertensi dalam kehamilan belum jelas, tampaknya terjadi reaksi penolakan imunologik ibu terhadap kehamilan di mana janin dianggap sebagai hostile tissue graff reaction dimana “Reaksi penolakan imunologik dapat menimbulkan gangguan yang lebih banyak pada tubuh wanita hamil dibanding akibat tingginya tekanan darah, yaitu perubahan kimia total pada reaksi yang tidakdapat diadaptasi yang dapat menyebabkan kejang dan kematian pada wanita hamil,”
Akibat Hipertensi Gestasional
Menurut Prof DR H Mohamammad Anwar Mmed Sc SpOG, hipertensi yang tidak diobati dapat memberikan efek buruk pada ibu maupun janin :
1. Efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil akan merusak sistem vascularasi darah,sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan nutrisi melalui placenta dari ibu ke janin. Hal ini bisa menyebabkan prematuritas placental dengan akibat pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim.
2. Hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dapat mengganggu pertukaran nutrisi pada janin dan dapat membahayakan ginjal janin.
3. Hipertensi bisa menurunkan produksi jumlah air seni janin sebelum lahir. Padahal,air seni janin merupakan cairan penting untuk pembentukan amnion,sehingga dapat terjadi oligohydromnion (sedikitnya jumlah air ketuban).

Penatalaksanaan Hipertensi Gestasional
Penatalaksanaan hipertensi gestasional perlu dilakukan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai berlanjut menjadi eklamsia yang akan menimbulkan kelainan serius pada ibu dan mengganggu kehidupan serta kesehatan janin dalam rahim.
Bila didapatkan hipertensi dalam kehamilan sebaiknya segera dipondokkan saja dirumah sakit dan diberikan istirahat total. Istirahat total akan menyebabkan peningkatan aliran darah renal dan utero placental. Peningkatan aliran darah renal akan meningkatkan diuresis (keluarnya air seni), menurunkan berat badan dan mengurangnya oedema. Pada prinsipnya penatalaksanaan hipertensi ditujukan untuk mencegah terjadinya eklamsia, monitoring unit feto-placental, mengobati hipertensi dan melahirkan janin dengan baik.

Kiat Menurunkan Tekanan Darah
A. Turunkan Kelebihan Berat Badan
Diantara semua faktor resiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi. Dibandingkan dengan orang yang kurus, orang yang gemuk (kelebihan berat badan) lebih besar peluangnya terkena hipertensi (Edward Price, M.D).
B. Olahraga
Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler. Gerak fisik hingga taraf tertentu dibutuhkan tubuh untuk menjaga mekanisme pengatur tekanan darah agar tetap bekerja sebagaimana mestinya. Olahraga yang disarankan untuk ibu hamil seperti senam hamil, renang, atau gerakan statis (seperti berjalan kaki).
C. Diet
1. Mengurangi asupan garam
Seperti kasus hipertensi pada umumnya, pada penderita hipertensi gestasional pengurangan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah secara nyata. Umumnya kita mengkonsumsi garam lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan oleh tubuh. Idealnya, kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau sekitar 5 gram garam per hari.
2. Memperbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak serat atau makanan rumahan yang mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian natrium. Sebaiknya ibu hamil yang mengalami hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat. Dari penelitian ditemukan bahwa dengan mengkonsumsi 7 gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5 poin. Serat pun mudah didapat dalam makanan, misalnya semangkuk sereal mengandung sekitar 7 gram serat.
3. Memperbanyak asupan kalium
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3500 miligram kalium dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir natrium dan senyawanya. Sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Sumber kalium mudah didapatkan dari asupan makanan sehari-hari. Misalnya, sebutir kentang rebus mengandung 838 miligram sehingga 4 butir kentang (3352 miligram) akan mendekati kebutuhan tersebut. Atau dengan semangkuk bayam yang mengandung 800 miligram kalium cukup ditambahkan tiga butir kentang. Banyak jenis buah yang juga dapat menurunkan tekanan darah salah satunya pisang merupakan sumber zat potasium yang dapat membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi pembekuan cairan dalam tubuh. Selain pada buah pisang potasium juga bisa ditemui pada kismis, yogurt, bit, Brussels sprout (sejenis kubis), alpukat, dan jeruk.
4. Penuhi kebutuhan magnesium
Ditemukan antara rendahnya asupan magnesium dengan hipertensi. Tetapi belum dapat dipastikan berapa banyak magnesium yang dibutuhkan untuk mengatasi hipertensi. Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang dianjurkan atau RDA (Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram. Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya makanan olahan yang dikonsumsi.
Sumber makanan yang kaya magnesium antara lain kacang tanah, kacang polong, dan makanan laut. Kandungan asam lemak omega 3 dalam ikan dapat membantu melancarkan aliran darah dan melindungi dari efek tekanan darah tinggi serta mengurangi peradangan. Saat mengkonsumsi ikan hindari jenis ikan yang mengandung kadar merkuri tinggi seperti tuna, swordfish (ikan cucut), makarel, ikan halibut, serta kakap putih. Sebaliknya pilihlah ikan yang mengandung kadar mercuri rendah seperti ikan anchovies, ikan char, ikan flounder, ikan harring, ikan gindara, ikan salmon, dan ikan sturgeon.
5. Lengkapi kebutuhan kalsium
800 miligram kasium per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah lebih dari cukup untuk memberikan pengaruh terhadap penurunan tekanan darah.
D. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk mrngurangi ketegangan, kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat rilek otot-otot di dalam tubuh. Teknik relaksasi dapat dilakukan dalam hipnobirting, dimana dalam relaksasi ibu hamil duduk dengan tenang, pikiran fokus, tidak menatap cahaya langsung kemudian ibu hamil dibimbing untuk melakukan relaksasi pada kelompok otot-otot secara bertahap sampai keseluruh bagian tubuh.