Kamis, 01 April 2010

Perdarahan Uterus Disfungsional

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)
Eny Retna Ambarwati

A DEFINISI & INCIDENSI
 PUD adalah perdarahan uterus abnormal (jumlah, frekuensi, dan lamanya), yang terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid, yang semata-mata disebabkan hanya oleh gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa ada kelainan organik alat reproduksi (tumor, infeksi, atau kehamilan).
 PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan usia menopause.
 Sekitar 20% kasus PUD terjadi pada usia adolescents dan 40% pada wanita usia lebih dari 40 tahun.
 Obesitas, olahraga yang berlebihan, dan stress emocional dapat menjadi factor resiko terjadinya PUD.
 PUD sering terjadi pada wanita dengan polycystic ovary syndrome (PCOS), juga pada wanita yang menggunakan IUD.
 PUD sering overlaps dengan gangguan haid : Menorrargia, Metrorrhagia, dan Polymenorrhea
B PENYEBAB DAN GEJALA
 PUD terjadi saat endometrium dirangsang pertumbuhannya oleh hormon estrogen. Ketika estrogen mendominasi dibandingkan progesterone, maka endometrium terus tumbuh dan meningkatkan jumlah perdarahan saat mengelupas, yang akhirnya menyebabkan perdarahan tidak teratur.
 Perdarahan di luar siklus menstruasi dapat disebut PUD, jika menunjukkan gejala:
• Perdarahan pervagina diantara siklus menstruasi
• Siklus menstruasi yang abnormal
• Siklus menstruasi yang bervariasi (biasanya kurang dari 28 hari diantara siklus menstruasi)
• Variable menstrual flow ranging from scanty to profuse
• Infertil
• Mood yang berfluktuasi
• Hot flashes
• Kekeringan vagina
• Hirsutism
 Jika perdarahan berlangsung lama dan dalam jumlah yang banyak, maka akan menyebabkan anemia.
 PUD dapat dibedakan dengan menorragia. Penyebab menorragia:
• Adenomyosis
• Ketidakseimbangan hormone estrogen dan progesteron
• Tumor-tumor fibroid
• Infeksi Pelvik
• Kanker endometrium
• Polip endometrium
• Endometriosis
• Pemakaian kontrasepsi IUD
• Hypothyroidism
• Gangguan pembekuan darah
• Lupus erythematosus
• Pelvic inflammatory disease
• Terapi steroid
• Penyakit hati lanjut
• Penyakit ginjal
• Chemotherapy
 Mendiagnosa PUD, beberapa kasus-kasus potensial di atas harus disingkirkan terlebih dahulu.
 Bila kasus-kasus perdarahan yang berhubungan dengan kehamilan, tumor maupun infeksi sudah disingkirkan, maka menorragia yang muncul kemungkinan besar adalah kasus PUD.

C PATOLOGI
 PUD terjadi sekunder karena gagalnya pematangan folikel ovarium hingga mencapai ovulasi dan pembentukan korpus luteum (anovulasi). Ini akan mengakibatkan produksi estrogen yang terus menerus oleh folikel, dan tanpa adanya korpus luteum berarti progesterone tidak diproduksi.
 Perubahan keadaan hormonal ini akan mengakibatkan periode perdarahan anovulatoir yang bergantian dan biasanya sangat berat, serta amenore.
 Keadaan ini disebabkan oleh perangsangan estrogen dalam derajat yang berbeda-beda terhadap endometrium, serta juga oleh penurunan estrogen.
 Frekuensi episode perdarahan periodic tergantung dari variasi jumlah folikel yang berfungsi. Beberapa dapat menjadi aktif pada waktu yang bersamaan, mengakibatkan produksi estrogen dalam kadar yang tinggi.
 Tingginya kadar estrogen dan tidak adanya progesteron mempengaruhi endometrium sehingga terjadi proliferasi selama beberapa minggu atau bulan.
 Terjadinya penurunan estrogen, dapat disebabkan oleh degenerasi beberapa folikel, atau semakin meningkatnya kebutuhan akan estrogen dengan makin membesarnya jaringan endometrium sehingga produksinya tidak mencukupi.
 Kedua keadaan ini mengakibatkan perdarahan karena penurunan estrogen, yang berbeda dalam hal saat terjadinya, lamanya, dan jumlahnya.
 Pada usia perimenars, perdarahan yang berlebihan, tidak teratur, dan berkepanjangan, biasanya berkaitan dengan belum matangnya sumbu hipotalamus-hipofisis- ovarium, sehingga mengakibatkan siklus anovulatoir pada 20% kasus.
 Pada 2 tahun pertama setelah menarke, insidens siklus anovulatoir sebesar 75% atau lebih, dan hamper 50% pada 2 tahun berikutnya.
 Jika perdarahan sangat berat, dapat terjadi keadaan akut yang membutuhkan penanganan yang tepat, karena timbul hipovolemia dan anemia sekunder akibat kehilangan darah.
 Pengobatan ditujukan untuk menghentikan proses dengan pemberian estrogen setiap hari dan progesterone dari hari ke-15 sampai 25 pada tiap siklus untuk merangsang fase folikular.
 Hormon-hormon dihentikan pada hari ke-25. Menstruasi seharusnya terjadi dalam waktu 3-4 hari.

D PEMBAGIAN
1. PUD pada usia perimenars
 Usia perimenars adalah usia sejak terjadinya menars hingga memasuki usia reproduksi, yang biasanya berlangsung sampai 3-5 tahun setelah menars dan ditandai dengan siklus yang tidak teratur baik lama maupun jumlah darahnya.
 Gangguan haid yang terjadi pada usia ini tidak perlu dilakukan pengobatan, kecuali kalau perdarahan tersebut sampai menyebabkan anemia maupun sampai terjadi amenorea.
2. Penyebab
 Jarang sekali dijumpai kelainan organik. Yang paling mungkin penyebabnya adalah gangguan faktor pembekuan darah dan gangguan psikis.
3. Diagnostik
 Suhu basal badan atau pemeriksaan hormone FSH dan LH.
4. Pengobatan
 Perlu diketahui bahwa pada usia perimenars jarang terjadi ovulasi. Jadi, siklus haidnya anovulatorik. Tanpa diobati pun ovulasi 90% akan terjadi spontan.
5. Waktu Dilakukan Pengobatan Hormonal
 Bila tidak dijumpai kelainan organic maupun kelainan darah
 Bila gangguan yang terjadi 6 bulan lamanya, atau 2 tahun setelah menars belum juga dijumpai siklus haid yang berovulasi.
 Perdarahan yang terjadi sampai membuat keadaan umum menjadi jelek.
6. Cara Pengobatan
 Cukup pemberian progesteron secara siklik dari hari ke-16-25 siklus haid selama 3 bulan.
 Setelah itu dilihat apakah perdarahan berulang lagi dan kalau mungkin dilihat pula apakah telah terjadi ovulasi.
 Progesteron yang paling banyak dianjurkan penggunannya pada usia perimenars adalah progesteron turunan lamiah seperti Medroksi Progesteron Asetat (MPA).
 Jenis hormon tersebut tidak begitu kuat merangsang pusat panas di hipotalamus.
 Bila setelah 6 bulan pengobatan tetap juga tidak terjadi ovulasi, maka dipikirkan pemberian obat-obat pemicu ovulasi seperti klomifen sitrat, epimestrol, ataupun hormon gonadotropin.
7. PUD pada usia menopause
 Perimenopause adalah usia anatara masa pramenopause dan pascamenopause, yaitu sekitar menopause (umur 40 – 52 tahun).
 Setiap perdarahan/gangguan haid yang terjadi pada usia perimenopause harus dipikirkan terhadap adanya keganasan uterus.
 Oleh karena itu harus dilakukan tindakan dilatasi dan kuretase terlebih dahulu.
 Bila hasil pemeriksaan patologi anatomic menunjukkan adanya suatu hyperplasia endometrium (kistik/adenometosa), maka dapat dicoba terlebih dahulu dengan pemberian progesterone.
 Pengobatan pada umumnya berlangsung sampai 6 bulan. Setiap 3 bulan harus dilakukan mikrokuret.
 Bila hasil mikrokuret tidak menunjukkan adanya perubahan terhadap pengobatan dengan progesterone, maka lebih baik dianjurkan untuk melakukan histerektomi.
 Jenis progesterone yang sering dipakai, murah dan mudah didapat adalah DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yaitu dengan cara Kstner.
 Cara pemberiannya adalah sebagai berikut, 100 mg DMPA setiap 2 minggu selama 4 kali pemberian. Dua minggu setelah pemberian yang ke-4, dosis dinaikkan menjadi 200 mg selama 1 kali pemberian saja dan sesudah itu 200 mg setiap 4 minggu selama 5 kali pemberian lagi.
 Jumlah total pemberian DMPA adalah 10 kali. Dapat pula digunakan progesterone jenis lain yang ada di pasaran.

8. PUD Berat
 Diberikan Estrogen konjugasi dosis tinggi 25 mg i.v. yang dapat diulang setiap 3-4 jam.
 Obat ini hanya boleh diberikan paling banyak4 kali suntikan.
 Keberhasilan pengobatan adalah 22% setelah suntikan pertama, dan 64% setelah suntikan kedua, kegagalannya 14,7%.
 Bila terdapat kontraindikasi penggunaan estrogen, maka dapat diberikan progesterone 100 mg i.v.
 Sediaan progesteron yang dapat dipakai untuk menghentikan perdarahan adalah DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) atau etinodiol diasetat.

E DIAGNOSIS
 Diagnosis ketidakteraturan menstruasi biasanya muncul dari pasien sendiri.
 Dokter/bidan akan menyampaikan lebih rinci tentang kasus yang dialami pasien, dan menanyakan riwayat sudah berapa lama terjadi, serta gejala apa yang dialami.
 Pasien dapat membantu dokter/bidan untuk mendiagnosa PUD dengan menyampaikan catatan waktu, frekuensi, lama serta jumlah perdarahan.
 Ia juga dapat menyampaikan beberapa keluhan ketidaknyamanan, termasuk riwayat penyakit seperti diabetes mellitus.
 Dokter/bidan juga akan menanyakan mengenai aktifitas seksual, penggunaan alat kontrasepsi, pengobatan yang sedang dilaksanakan, serta riwayat operasi yang pernah dialami pasien.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan panggul dan Pap Smear
2. Uji wakti beku darah (CBC)
3. Untuk menyingkirkan kemungkinan lain, dapat dilakukan tes kehamilan, ceck darah untuk melihat kadar hormone thyroid
4. Ceck fungsi adrenal
5. Analisa hormonal, khususnya yang berhubungan langsung dengan system reproduksi (Androgen, FSH, LH, Prolactin, Progesteron)
Imaging
 Imaging tests merupakan alat paling penting untuk mendiagnosa adanya PUD.
 Pemeriksaan menggunakan ultrasound pada panggul dan abdomen untuk membantu mencari letak uterine fibroids, yang disebut juga uterine leiomyoma, bentuk dari tumor.
 Pemeriksaan visual dengan hysteroscopy untuk melihat penebalan lapisan endometrium sekaligus mengetahui kondisi uterus yang sebenarnya.
 Hystersalpingography dapat digunakan untuk mengetahui ukuran dari polip maupun fibroid endometrium, serta mendeteksi adanya kanker endometrium.
 Rontgen digunakan setelah media kontras dinjeksikan ke dalam servik.
 Magnetic resonance imaging (MRI) pada daerah panggul juga dapat digunakan untuk mengetahui letak fibroid dan tumor.
Prosedur Invasif
1 Biopsi endometrium merupakan prosedur pemeriksaan paling penting, untuk mengetahui kondisi uterus dengan melihat sebagian kecil dari lapisan endometrium.
2 Dilation and curettage (D & C), salah satu dari cara ini sering digunakan untuk mendiagnosis PUD saat ini, dimana pasien dibawah anestesi local maupun general. Pasien usia lebih dari 30 tahun lebih menyukai prosedur ini daripada cara-cara yang lain.

F PRINSIP DASAR PENANGANAN PUD
Ada beberapa prinsip dasar pengobatan :
1. Singkirkan dahulu kelainan organik/darah.
2. Bila terjadi perdarahan banyak/keadaan umum wanita jelek atau anemia, hentikan perdarahan segera dengan injeksi estrogen atau dengan progesteron.
3. Perdarahan yang tidak sampai mengganggu keadaan umum pasien, pengobatannya cukup dengan estrogen dan/atau progesteron oral saja.
4. Setelah perdarahan dapat dihentikan/gangguan haid dapat diatasi, maka tindakan selanjutnya hádala mengatur siklus haid penderita tersebut 3 bulan berturut-turut.
5. Setelah 3 bulan pengaturan siklus haid keadaan kembali lagi seperti semula, maka harus dicari penyebab lain (analisis hormonal).
 Untuk mengehentikan perdarahan/gangguan haid pada wanita PUD dapat diberikan tablet kombinasi estrogen dan progesteron 2 kali/hari, selama 3 hari berturut-turut.
 Contoh sedían estrogen yang dapat digunakan adalah estrogen konjugasi 0,625-1,25 mg atau estradiol valerianat 2 mg, sedangkan contoh sedían progesteron adalah medroksi progesteron asetat 5-10 mg, didrogesteron 5-10 mg/hari atau linestrenol 5 mg.
 Biasanya kalau perdarahan yang terjadi benar-benar disebabkan oleh kelainan hormonal, bukan kelainan organik, maka perdarahan akan berhenti dan 3 hari kemudian akan terjadi perdarahan lucut yang lamanya 4-6 hari.
 Kalau ada kelainan organik perdarahan tidak akan berhenti, atau kalupun berhenti beberapa hari kemudian pasti akan terjadi perdarahan banyak lagi.
Penanganan
 Penanganan PUD tergantung pada penyebab dari perdarahan dan usia pasien.
 Pada umumnya langkah awal untuk penanganan PUD adalah dengan menggunakan kontrasepsi oral untuk menyeimbangkan hormone estrogen dan progesterone.
 Kontrasepsi oral sangat efektif pada wanita adolescence. NSAIDs (nonsteroidal anti-inflammatory drugs), seperti Naprosyn dan Motrin, juga digunakan untuk pengobatan PUD
 Selain terapi hormonal, pembedahan dapat dilakukan.
 Kuretase dan dilatasi dapat mengurangi gejala dari PUD.
 Hysterectomy dapat dilakukan dengan syarat pasien sudah mendapatkan anak yang cukup.
 Pemberian besi yang cukup sangat dibutuhkan untuk mengurangi resiko anemia.
 Sampai tahun 1980 an, hysterectomy selalu digunakan untuk menangani PUD. Saat ini hysterectomy digunakan untuk menangani PUD, setelah metode yang lain gagal.
Tindakan alternatif
 Perbaikan nutrisi untuk pemulihan kondisi, bagi kasus-kasus selaian yang disebabkan oleh uterine fibroids, endometrial polyps, endometriosis, atau cancer..
 Suplementasi besi (100 mg per hari) tidak hanya untuk mencegah anemia, tetapi juga untuk menggantikan perdarahan menorrhagia pada beberapa wanita.
 Diet suplemen yang dianjurkan antara lain: vitamin A dan C. Vitamin C memperbaiki kapiller darah dan juga membantu penyerapan besi.
 Vitamin E dan suplemen bioflavonoid juga dianjurkan. Vitamin E dapat membantu mengendalikan aliran darah, dan bioflavonoids membantu menguatkan kapiller.
 Vitamin K diketahui berperan dalam pembekuan darah dan sangat membantu pada kondisi dimana perdarahan hebat disebabkan oleh gangguan pembekuan darah.
 Obat-obatan tradisional digunakan untuk membantu menangani PUD seperti: spotted cranesbill (Geranium maculatum), birthroot (Trillium pendulum), blue cohosh (Caulophyllum thalictroides), witch hazel (Hamamelis virginiana), shepherd's purse (Capsella bursa-pastoris), dan yarrow (Achillea millifolia).
 Tanaman tersebut berperan untuk memperbaiki pembuluh darah dan jaringan.
 Keseimbangan hormonal juga dapat dicapai dengan formulasi herbal yang mengandung phytoestrogens dan phytoprogesterone.

G PROGNOSIS
 Respon terhadap terapi PUD sangat individual dan tidak mudah dipridiksi.
 Keberhasilan dari terapi tergantung pada kondisi fisik pasien dan usianya.
 Beberapa wanita, khususnya usia adolescence biasanya angka keberhasilan penanganan dengan hormone cukup besar (terutama dengan oral kontrasepsi).
 Tindakan terakhir melalui hysterectomy, meskipun dapat mengatasi PUD namun mempunyai resiko dan komplikasi yang besar pula.

H KOMPLIKASI
• Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
• Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama
• Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketikseimbangan hormonal merupakan faktor penyebab kanker endometrium.

DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI), Endokrinologi Reproduksi, 1993, Media Aesculapius, Jakarta.

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi edisi 4, 1995, EGC, Jakarta.

Manuaba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, 1998, ARCAN, Jakarta.

http://www. MedlinePlus Medical Encyclopedia, Dysfunctional uterine bleeding (DUB)_files

http://www. Pusat Data PERSI, Dysfunctional uterine bleeding (DUB)_files

http://www. InteliHealth, Dysfunctional uterine bleeding (DUB)_files

Tidak ada komentar:

Posting Komentar