POLINDES
By Eny Retna Ambarwati
1. Latar belakang
Pengembangan pelayanan kesehatan di posyandu meliputi : KIA, KB, imunisasi, perbaikan gizi dan penanggulangan diare mempunyai kontribusi terhadap penurunan AKB dan anak balita. Adanya keterbatasan dalam pelayanan posyandu yaitu pelayanan kesehatan bagi ibu tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu diupayakan peningkatan pelayanan kesehatan ibu melalui polindes. Adanya kebijakan dari Departemen Kesehatan untuk menempatkan tenaga bidan di desa di bawah pembinaan dokter puskesmas.
2. Pengertian polindes
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang didirikan masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.
3. Kajian makna polindes
a. Polindes merupakan salah satu bentuk PSM dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan KIA, termasuk KB di desa.
b. Polindes dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut.
c. PSM dalam pengembangan polindes dapat berupa penyediaan tempat untuk pelayanan KIA (khususnya pertolongan persalinan), pengelolaan polindes, penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Peran bidan desa yang sudah dilengkapi oleh pemerintah dengan alat-alat yang diperlukan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat di desa tersebut.
e. Polindes sebagai bentuk PSM secara organisatoris berada di bawah seksi 7 LKMD, namun secara teknis berada di bawah pembinaan dan pengawasan puskesmas.
f. Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruang/kamar untuk pelayanan KIA, termasuk tempat pertolongan persalinan yang dilengkapi dengan sarana air bersih.
g. Tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat serta dukungan opersional berasal dari masyarakat, maka perlu diadakan kesepakatan antara wakil masyarakat melalui wadah LKMD dengan bidan desa tentang pengaturan biaya operasional dan tarif pertolongan persalinan di polindes.
h. Dukun bayi dan kader posyandu adalah kader masyarakat yang paling terkait.
4. Persyaratan polindes
a. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
b. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan, pengukur Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat - obatan sederhana dan uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan lainnya, inkubator sederhana.
c. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi cukup, penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan pekarangan bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
d. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah dijangkau oleh kendaraan roda 4.
e. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum minimal 1 tempat tidur.
5. Tujuan polindes
a. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
c. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi ibu dan keluarganya.
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
6. Fungsi polindes
a. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA.
c. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
7. Kegiatan-kegiatan polindes
a. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan mendeteksi dini resiko tinggi kehamilan.
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
c. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
d. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah, serta imunisasi dasar pada bayi.
e. Memberikan pelayanan KB.
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma).
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
j. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan penggunaan ASI dan KB.
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
8. Indikator polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tidak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan di desa.
c. Pengelolaan polindes
Pengelolaan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang baik adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menentukan tarif pelayanan maka tarif yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memanfaatkan polindes, sehingga dapat meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya peningkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan, termasuk di dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa, dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri, baik di dalam kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK, tersedia sumber air (sumur, pompa, PDAM) dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi.
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes, dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes beserta bidan di tengah-tengah masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi dengan intensitas dan frekwensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dalam meningkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif selama setahun.
9. Kategori tingkat perkembangan polindes
a. Pratama.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : tidak tinggal di desa yang bersangkutan.
3) Pengelolaan polindes : tidak ada kesepakatan.
4) Cakupan persalinan di polindes : <10 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, tapi belum dilengkapi sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : <25 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : <6 kali.
8) Dana sehat/JPKM : <50 %.
b. Madya.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : > 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada, tidak tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 10 – 15 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, belum ada sumber air, tapi ada MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 25 – 49 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 6 – 8 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
c. Purnama.
1) Fisik : ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : 1 – 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 20 – 29 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 50 – 74 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 9 – 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
d. Mandiri.
1) Fisik : ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : < 1 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : > 30 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air, MCK dilengkapi SPAL.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : < 75 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : < 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : ≥ 50 %.
10. Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM di bidang KIA-KB.
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa.
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes, penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/ kamar yang memenuhi persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan dengan dukun bayi.
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung.
11. Unsur-unsur polindes
a. Adanya bidan di desa.
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana.
c. Adanya partisipasi masyarakat
12. Kebijakan penempatan bidan di desa
Membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi obstetri, khususnya AKP/AKN, dengan mengatasi berbagai kesenjangan :
Kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB, kesenjangan informasi, kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi.
13. Yang harus dilakukan oleh bidan
a. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi, dll.
b. Meningkatkan profesionalisme.
c. Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin (tabungan ibu bersalin).
d. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan
14. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan polindes
a. Kurangnya promosi.
b. Kurangnya rasa memiliki.
c. Rendahnya partisipasi aparat desa.
d. Fungsi polindes tak memenuhi harapan masyarakat, disamping faktor teknis lain, dimana pengalaman bidan yang masih minimal.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta
Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan. Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal Essensial. 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.
Thanks....
BalasHapusthis help me...
Nice post...))