Senin, 17 Mei 2010

Solusio Placenta

Solusio plasenta ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam disidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika amniok horion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi
1. Keadaan umum penderita relatif lebih baik 1. Keadaan penderita lebih jelak
2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit 2. Plasenta terlepas luas, uterus keras/kejang
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi 3. Sering berkaitan dengan hipertensi
4. Merupakan 80% dari solusio placenta 4. Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta
5. Sering disertai toxaemia
6. Pelepasan biasanya komplit

(Manuaba, 1999)

B. Etiologi
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1. Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2. Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3. Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli) obstruksi vena kavo inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1. Umur lanjut
2. Multiparitas
3. Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam acidua basalis, terjadilah hematoma dalam acidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim.
(Mansjoer, 2001)

C. Gejala-gejala
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2. Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
8. Sering ada proteinuria karena disertai toxemia
Diagnosis didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair
Perdarahan dan shock diobati dengan pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting (Winkjosastro, 2005).

D. Terapi
Atasi syok
1. Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 3 l dalam 2 jam pertama
2. Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat koagulatif
Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan eksresi sistem urinaria, tetepai bila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produkdi urin < 30 ml/jam) pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan dilakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan : a. Furosemida 40 mg dalam 1 liter krostoloid dengan 40-60 tetes/menit b. Bila belum berhasil gunakan manital 500 ml dan 40 tetes/menit Atasi hipofibrigonemia 1. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya koagulopati 2. Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang fibrinogen)). Carananya sebagai berikut : a. Ambil darah vena 2 ml masukkan dalam tabung kemudian diobservasi b. Gangguan bagian tabung yang berisi darah c. Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapiran koagulasi dipermukaan, lakukan hal yang sama tiap menit d. Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkiran titer fibrinogen dianggap di bawah nilai normal (kritis) e. Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukan kadar fibrinogen di bawah ambang normal. 3. Bila darah segera tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 ml/kg BB) 4. Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipatat fibrinogen 5. Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi desminato intravaskuler yang berlanjut yang berlanjut dengan pengedapan fibrin, pengendapan fibrin, pembendugan mikrosirkulasi di dalam, di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis hipofisis dan otak. 6. Bila perdarahan masih berlangsung (koagulatif) dan trombosit di bawah 20.000 berikan konsetra trombosit. Hypofibrinogenemia : coagulopathi ialah kelainan pembekuan darah : dalam ilmu kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tapi juga dijumpai pada emboli air ketuban, kematian janin dalam rahim dan perdarahan postpartum. Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc. bila kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc terjadilah gangguan pembekuan darah. Terjadinya hipofibrinogenemia : Fase I : pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, vena terjadi pembekuan darah disebut disseminated intravaskuler clotting, akibatnya ialah bahwa peredaran darah kapiler (microcirculasi) terganggu. Jadi pada fase I turunya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut. Maka fase I disebut juga coagulopatihi consumtif. Diduga bahwa hematom retroplacentair mengeluarkan thtomboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrocirculasi terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoxia, kerusakan ginjal menyebabkan oliguri/anuri, akibat gangguan mocrocirculsi ialah shock Fase II : fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali perdarahan. Darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolyse. Fibrinolyse yang berlebihan lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis Penentuan hypofibrinogenaemi Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama maka untuk keadaan akut baik dilakukan clot obsevation test. Beberapa CC darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam maka ada aktivitas fibrinolyse (Winkjosastro, 2005). E. Patofisiologi Terjadinya solusio placenta dipicu oleh perdarahan ke dalam disidua basalis, yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada meometrium sehingga terbentuk hematoma disidual yang menyebabkan perlepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran placenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Ruptur pembuluh arteri spiralis disidua menyebabkan hematoma retroplacenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan placenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban (Mansjoer, 2001). F. Pengobatan 1. Umum a. Pemberian darah yang cukup b. Pemberian O2 c. Pemberian antibiotica d. Pada shock yang berat diberi kortikasteroid dalam dosis tinggi 2. Khusus a. Teraphy hypoibrinogenemi 1) Subtitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar 2) Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 s IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus b. Untuk merangsang diurese : mannit/mannitol Deurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam 3. Obstetris Pimpinan persalinan pada solusio placenta bertujuan untuk mempercepat persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3-6 jam. Alasannya adalah : a. Bagian placenta yang terlepas meluas b. Perdarahan bertambah c. Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah Tujuan ini dicapai dengan : a. Pemecahan ketuban : pada solusio placenta tidak bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan b. Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glucase 5% c. SC dilakukan : 1) Kalau cerviks panjang dan tertutup 2) Kalalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum pecah juga ada his 3) Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. (Manuaba, 1999) G. Seksio Sesaria 1. Seksio sesaria dilakukan apabila : a. Janin hidup dam pembekuan belum lengkap b. Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera c. Janin mati pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat 2. Persiapan untuk sesaria cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan. 3. Hematoma meometrium tidak mengganggu kontraksi uterus 4. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulang (koagulopatti) (Manuaba, 1999) H. Partus Pervaginam 1. Partus pervaginam dilakukan apabila : a. Janin hidup, gawat janin, pembekuan lengkap, dan bagian terendah didasari panggul b. Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
2. Pada kasus pertama, amniotomii (bila ketuban belum pecah), kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forceps (vakum)
3. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dla dekstore 5% atau RL, tetesan diatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan batu terjadi dalam 2-4 hari kemudian)
(Manuaba, 1999)

I. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ke III perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok, dan kematian janin intrauterin.
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
3. Pemeriksaan obstetri
Nyeri tekanan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada air ketuban berwarna kemerahan karena bercampur darah.
(Mansjoer, 2001)

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Trombosit
d. Waktu protrombin
e. Waktu pembekuan
f. Waktu tromboplastin
g. Kadar fibrinogen
h. Elektrolot plasma
2. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3. USG untuk menilai letak plasma, usia gestasi, dan keadaan janin.
(Mansjoer, 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar