Sabtu, 12 Desember 2009

Oksigenasi

OKSIGENASI
By Eny Retna Ambarwati

Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan aktivitas berbagai organ atau sel.
A Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu :
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diagfragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli. Kepatenan Ventilasi tergantung pada faktor :
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan voleme atau tekanan darah sistemik.
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

B Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen, meliputi :
1. Saraf Otonomik
Ketika simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada yang berpengaruh pada bronkokontriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik.
2. Hormonal dan obat
Semua hormon dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis dapat melebarkan saluran napas.
3. Alergi pada saluran napas
Debu yang terdapat di dalam hawa pernapasan, bulu binatang, kapas, makanan dapat menganggu pernapasan serta kebutuhan oksigen.
4. Faktor perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, mengingat usia organ dalam tubuh seiring dengan usia perkembangan anak, misalnya pada bayi usia prematur, yaitu adanya kecenderungan kurang pembentukan surfaktan.
5. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan seperti lingkungan yang banyak debu (alergi), ketinggian, suhu dapat mempengaruhi adaptasi.
6. Faktor perilaku (pola makan)
Misal orang obesitas dapat mempengaruhi dalam proses pengembangan paru, kebiasaan merokok menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah.
C Gangguan dalam pola penuhan kebutuhan oksigenasi, meliputi :
1. Bradipnea
Frekuensi pernapasan teratur namun lambat secara tidak normal (kurang dari 12/menit) jadi kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak tercukupi akibat defisiensi oksigen, sehingga kulit menjadi kebiruan (sianosis).
2. Takipnea
Frekuensi pernapasan teratur namun cepat secara tidak normal (> 24/menit).
3. Hiperpnea
Pernapasan sulit, peningkatan kedalaman, peningkatan frekuensi (> 20/menit), secara normal terjadi setelah olahraga.
4. Bradipnea
Merupakan pola pernapasan yang ditandai dengan pola lambat, kurang lebih 10x/menit.
5. Apnea
Pernapasan berhenti untuk beberapa detik. Penghentian persisten mengakibatkan henti napas.
6. Hiperventilasi
Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat.
7. Hipoventilasi
Frekuensi pernapasan abnormal dalam kecepatan dan kedalaman.
8. Pernapasan Cheyne-Stokes
Frekuensi dan kedalaman pernapasan tidak teratur, ditandai dengan periode apnea dan hiperventilasi yang berubah-ubah. Siklus pernapasan semula naik kemudian menurun dan berhenti dan kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan kusmaul
Pernapasan cepat secara tidak normal dan frekuensi meningkat, misal dalam keadaan asidosis metabolik.
10. Pernapasan biot
Pernapasan dangkal secara tidak normal untuk dua atau tiga napas diikuti periode apnea yang tidak teratur.
11. Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan.
12. Orthopnea
Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
13. Pernapasan paradoksial
Merupakan pernapasan di mana dinding paru bergerak berlawanan arah dari keadaan normal.
14. Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan.
D Efek Samping Pemberian Oksigen
1. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi.
3. Dapat menimbulkan kebakaran dan peledakan
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran. Oleh karena itu, klien dengan terapi pemberian O2 harus menghindari: Merokok, menghindari penggunaan listrik tanpa ”ground”.
4. Infeksi
5. Terjadi aspirasi bila muntah.
6. Penumpukan CO2 bila aliran O2 diberikan lebih rendah dari ketentuan masing- masing alat.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar